01-4959120

Info@nindtr.com

Nepal Institute of NDT Resources (NINDTR)

Pendidikan: Kebijakan Zonasi Penerimaan Siswa Sebuah Kemunduran

Pendidikan: Kebijakan Zonasi Penerimaan Siswa Sebuah Kemunduran

Pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan zonasi melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memastikan pemerataan akses dan kualitas layanan pendidikan di seluruh Indonesia. Namun kebijakan ini kini menuai kritik dari masyarakat.

Banyak warganet mengungkapkan keluhan mengenai Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang berbasis zonasi https://imigrasitanjungpinang.com/ karena mengabaikan hasil ujian nasional (UN). Meski nilai UN mereka cukup baik untuk melanjutkan ke sekolah negeri sesuai pilihan, hal ini tidak diakui dalam proses penerimaan.

Meili Amalia, seorang pengamat pendidikan, berpendapat bahwa sistem zonasi ini merupakan kemunduran karena tidak mendidik. Ia menilai, siswa dengan nilai UN rendah dapat menikmati fasilitas sekolah yang baik dan guru berkualitas meskipun jarak rumah mereka dekat.

“Anak yang telah berusaha keras untuk mencapai nilai tinggi, tetapi tinggal jauh dari sekolah favorit tidak mendapatkan kesempatan yang sama. Ini tidak adil,” ujarnya kepada Indonesia Inside saat dihubungi pada Selasa (18/6).

Walaupun jalur zonasi menawarkan beberapa kombinasi, Meili menganggap sistem ini tidak adil, terutama karena kuota yang tersedia hanya 15 persen. Sementara itu, jalur prestasi yang sepenuhnya bergantung pada nilai UN hanya mendapatkan kuota sebesar 2,5 persen.

“Ini adalah suatu penghinaan bagi anak-anak yang berprestasi. Usaha mereka tidak dihargai,” tegas Meili.

Meili juga menolak penerapan sistem satu putaran, menganggapnya sebagai tindakan yang hanya mengandalkan keberuntungan. “Ini seperti mengajak anak-anak berjudi tanpa kepastian,” tambahnya. Ia lebih mendukung penggunaan sistem poin yang mempertimbangkan jarak dan nilai UN. Menurutnya, meskipun mekanisme zonasi boleh diterapkan, kuota tidak seharusnya melebihi 90 persen.

“Agar adil, saya rasa 25 persen sudah cukup. Sekitar 50 persen harus menjadi jalur kombinasi, sedangkan sisanya untuk jalur SKTM (surat keterangan tidak mampu), perpindahan orangtua, disabilitas, dan prestasi,” saran Meili.

Dari segi metode pendaftaran, Meili menginginkan adanya fitur prapendaftaran untuk memperoleh nomor antrian, sehingga orang tua tidak perlu antre berjam-jam seperti saat menunggu sembako.

“Dalam hal ini, sistem SMAN 1 Bekasi dapat dijadikan contoh, di mana panitia telah berinisiatif untuk membuat prapendaftaran,” jelasnya.

Meskipun begitu, Meili mendukung adanya kebijakan yang menghapuskan sekolah favorit, asalkan semua sekolah telah memenuhi standar yang setara. Sekolah harus mencukupi jumlahnya dan tersebar secara merata. Dengan demikian, kebijakan tersebut dapat diterapkan dengan baik.

“Jika sistem zonasi saat ini tetap mempertahankan 90 persen, pasti akan berpengaruh pada penerimaan jalur undangan perguruan tinggi, kecuali jalur undangan itu sendiri juga dihapuskan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Contact Info

© 2022 Created with Nextgen Nepal & TEAM